Oleh: Admin | 11 Mei 2012

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI MASA RASULULLAH


KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI MASA RASULULLAH:

Periode Makkah dan Madinah

Oleh: Ali Rif’an

 

  1. A.    Pendahuluan

Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu minimnya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.

Periode klasik merupakan masa gemilang (the golden age) bagi umat Islam. Pada masa tersebut umat Islam berhasil dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Islam memberikan motivasi yang sangat jelas agar pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Kemajuan dan kejayaan tersebut tidak mungkin bisa tercapai tanpa ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak mungkin bisa diperoleh tanpa proses pendidikan.

Dalam proses pendidikan ini, menurut catatan sejarah, ketika Islam baru lahir di kota Mekkah, keadaan masyarakat Arab masih banyak sekali yang buta huruf. Bilangan yang mampu menulis dan membaca masih terlalu sedikit yakni sekitar 17 orang. Melihat kondisi masyarakat Arab tersebut, Islam memberikan dorongan yang sangat urgen untuk mengadakan reformasi dalam bidang pendidikan.

Reformasi yang dimaksudkan adalah perubahan sistem Jahiliyah kepada masyarakat Islam yang beradab. Masyarakat Arab mempunyai peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi setelah mereka mengambil Islam sebagai way of life dalam sistem kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka memperoleh kejayaan dan kemajuan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Proses terjadinya reformasi yang menyebabkan kemajuan tersebut tidak pernah lepas dari usaha keras dan kuat, pantang menyerah dan selalu berorientasi ke depan. Salah satu usaha tersebut adalah berlangsungnya proses pendidikan yang sangat baik yang pernah dilakukan dan ditanamkan oleh Rasulullah.

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan konsep pendidikan Islam pada masa Rasulullah baik itu pada periode Makkah maupun pada periode Madinah.

 

  1. B.     Model Pendidikan Islam Masa Rasulullah

Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Sejarah, dalam bahasa Arab disebut tarikh yang berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.[1] Sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara atau dunia.

Sejarah pendidikan Islam memberikan arah kemajuan yang pernah dialami dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar. Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.[2] Secara garis besar, Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga perriode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.[3] Dan masa hidupnya Nabi Muhammad Saw (571-632 M), merupakan periode pembinaan pendidikan Islam.

Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi tersebut dapat dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu : (1) tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya.[4]

  1. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah

Nabi Muhamad SAW adalah orang yang teguh mempertahankan tradisi Nabi Ibrahim, tabah dalam mencari kebenaran hakki, menjatuhkan diri dari keramaian dan sikap hedonisme dengan berkontemplasi (ber-tahannus) di Gua Hira. Pada tanggal 17 Ramandhan turunlah wahyu Allah yang pertama, surat al-Alag Ayat 1-5 sebagai fase pendidikan Islam Makkah.

Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.[5]

Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang termaktub dalam A-Qur’an surat Al-Mudatstsir ayat 1–7. Dalam surat Al-Mudatstsir ini bahwa ” bangun (menyeru)” berarti mengajak dan mengajak berarti mendidik.[6] Adapun Bahan/materi pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.

Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya.[7] di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan Islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[8]

Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan al Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.[9] Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan ilmiyah.

Pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:

a)      Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama selain-Nya.

b)      Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.

c)      Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.

d)     Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.[10]

Secara lebih sederhana, Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad di Makkah merupakan  prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh dan pendidik yang baik. Pada periode ini dilakukan dengan 3 tahapan. Yaitu: 1). Secara rahasia dan perorangan; 2). Secara terang-terangan, dan 3). Pendidikan Islam untuk umum. Adapun materi yang disampaikan adalah tentang ketuhanan (tauhid) dan juga tentang Al Qur’an dan segala kandungannya.

  1. Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah di Madinah

Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.

Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan Islam di Madinah adalah sebagai berikut:

a)    Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:

1)        Nabi Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka. Nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[11]

2)        Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.

3)        Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara materil maupun moral.

4)        Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at.

Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[12]

Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[13]

b)        Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan. Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.

Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.

c)         Pendidikan anak Masa Rasulullah

Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:

(1)     Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka).

(2)     Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.

(3)     Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[14] Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah: (a). Pendidikan Tauhid; (b). Pendidikan Shalat; (c). Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat, (d). Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga; (e). Pendidikan kepribadian; (f). Pendidikan kesehatan; dan (g).  Pendidikan akhlak.[15]

 

  1.  Kurikulum  & Metode Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah SAW

Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.[16] Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.[17] M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.[18]

S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum), Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa.[19]

Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.[20]

Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.[21]

Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua periode:

  1. 1.      Periode Makkah

a.         Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.

b.         Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.

  1. Periode Madinah

Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan fase Makkah. Di antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah:

a)      Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.

b)      Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin. Dalam melaksanakan melaksanakan pendidikan ini, Rasulullah bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu.

c)      Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminya kesejahteraan sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari pada kehidupan sehari hari. Untuk itu setia orang harus bekerja mencari nafkah, untuk mengatasi masalah pekerjaan tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada kaum Muhajirin bekerjasama dengan kaum Ansor.

d)     Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat. Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, dan anak-anaknya. Rasulullah berusaha untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan takwa kepada Allah.

e)         Pendidikan HANKAM (pertahanan dan Keamanan) dakwah Islam. Masyarakat kaum muslimin merupakan suatu state (negara) di bawah bimbingan Rasulullah yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia secara bertahap.

Adapun metode yang diterapkan dan dikembangkan oleh Nabi dalam menyampaikan materi yang ada adalah:

1)     Dalam bidang keimanan: melalui tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rasional dan ilmiah.

2)     Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.

3)     Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.[22]

Dengan demikian, pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam, kuttab (rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;  keimanan, ibadah dan akhlak, juga  baca-tulis dan  berghitung untuk  tingkat dasar, al-Quran,  dasar-dasar agama  untuk  tingkat lanjut. Guru disebut muallim  atau muaddib,  serta tidak dibayar,  dan  bagi  tingkat dasar gurunya  non muslim.  Pada saat Islam datang hanya 17 orang Qurasy yang bisa baca tulis.  Sedangkan ketika di Madinah  tempat belajar  ditambah  mesjid, materi yang diajarkan ditambah;  pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.  Sistemnya  halaqah. Metodenya;  tanya-jawab, demontrasi dan  uswah hasanah, murid disebut dengan  ashhabush shuffah.[23] Menurut sebagian ahli, suffah ini dianggap sebagai universitas Islam pertama, the first Islamic university.[24]

Metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya antara lain: (1) metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasanserta keterangan-keterangannya; (2) dialog, misalnya dialg antara Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman; (3) diskusi ata tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulllah tentang suatu hukaum, kemudian rsul menjawab; (4) metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satutubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya; (5)metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ dan miraj; (6) metode pembiasaan, membiasakan kaum muskimin shalat berjamaah; (7) metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga al-Qur’an dengan menghafalnya.

  1. Kebijakan Rasulullah dalam Bidang Pendidikan

Rasulullah SAW., sebagai suri teladan dan rahmatan lil’alamin bagi orang yang mengharapkan rahmat dan kedatangan hari kiamat banyak menyebut Allah (al-ahzhab: 21) adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukan Rasulullah dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan di mana pun tidak dapat melakukan hal yang sama.

Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupi pada saat itu

Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir Quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijak dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hal. Tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.

Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum. Adapun kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammad ketika di Madinah adalah:

  1. Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.[25] Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan beberapa sahabat seperti al Hakam Ibn Sa’id untuk mengajar pada sebuah kuttab ketika Nabi Muhammad SAW berada di Madinah[26].
  2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.[27]

 

  1. E.     Analisis

Sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga periode. Pertama, periode klasik antara tahun 650-1250 M. kedua, periode pertengahan antara tahun 650-1800 M. Ketiga periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. Dan pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang dimulai sejak periode klasik yakni mulai terutusnya Nabi Muhammad Sebagai Rasul Allah.

Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad merupakan prototype yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Nabi Muhammad melakukan pendidikan Islam setelah mendapat perintah dari Allah sebagaimana termaktub dalam surat Al-Mudasir ayat 1-7.

Pada masa awal pendidikan Islam ini tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara dan pendidikan formal baru muncul pada masa belakangan yakni dengan kebangkitan madrasah. Permulaan pendidikan Islam bisa ditemukan di Mekah pada zaman Rasulullah. Nabi Muhammad menyiarkan konsep perubahan radikal, hubungan dan sikap masyarakat Arab yang menjadi mapan sampai saat ini. Perubahan itu sejalan dengan ajaran Islam yang memerlukan kreatifitas baru secara kelembagaan untuk meneruskan kelangsungan dan perkembangan agama Islam.

Nabi Muhammad membangkitkan kesadaran manusia terhadap pentingnya pengembangan bidang keilmuan atau pendidikan. Memang perintah Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk membuka pintu gerbang pengetahuan bagi manusia dengan mengajari atau mendidik. Nabi Muhammad  sebagai seorang yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik Islam (mu’allim). Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad aalah pengajar atau pendidik muslim pertama.

Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan ajaran Islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai unsur budaya banga Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bansga Arab.

Dalam proses pembudayaan ajaan Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam mendatangkan sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan sama sekali dengan unsur budaya yang telah ada sebelumnya yang sudah menjadi adat istiadat. Ada kalanya Islam mendatangkan ajarannya bersifat meluruskan kembali nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah menyimpang dari ajaran aslinya.

Sebelum timbulnya sekolah dan universitas, yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat non formal. Pada zaman permulaan Islam berdiri, sistem pembelajaran disampaikan di rumah-rumah, dimulai dari rumah rasulullah Saw itu sendiri dan berlanjut ke rumah para sahabat, yang kemudian dikenal dengan sebutan Dar al-Arqam.[28] Selanjutnya perkembangan sistem pendidikan Islam berkembang pesat, dan penyebarannya melalui kuttab[29] (tempat tinggal) dan masjid dengan sistem  kelompok belajar yang disebut halaqah. Halaqah masjid inilah yang dikatakan sebagai pendidikan tinggi (higher learning), sedangkan lembaga (masjid)-nya sebagai mosque college.[30]

Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rasulullah SAW. Di Makah dan Madinah adalah sejarah masa lalu yang perlu kita ungkapkan kembali, sebagai bahan perbandingan, sumber gagasan, gambaran strategi menyuseskan pelaksanaan proses pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa Rasulullah SAW., tidak terlepas dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pemdidikan, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan dan sebagainya yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secara teoritis maupun praktis.

Kondisi sosiokultural masyarakat pra-Islam. Terutama pada masyarakat Makkah dan Madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode Rasulullah di Makah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada fase Makkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah dimasuki ajaran Islam karena kondisi masyarakat, khususnya Aus dan Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk melenturkan pertikaian sesama mereka dan sebagai “pelindung” dari ancaman kaum Yahudi, disamping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilator belakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.

Pendidikan Islam adalah hal yang sangat dibutuhkan hari ini oleh generasi kita, dan merupakan fokus pendidikan modern dalam dunia Muslim saat ini. Investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah investasi yang paling menjanjikan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sejarah telah memperlihatkan bahwa mesin dan teknologi tidak bisa menyerang jiwa manusia ketika jiwa tersebut sudah dipenuhi oleh tujuan hidup yang jelas dan ketekunan diri. Tujuan inti dari pendidikan sebetulnya adalah untuk mencetak orang-orang yang punya komitmen yang jelas dalam hidup.[31]

Visi pendidikan Islam telah membuat perbedaan tegas antara mengajarkan “hal-hal tentang Islam” (informatif) dan “bagaimana menjadi Muslim sejati” (transformatif). Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah untuk memberi informasi tentang Islam kepada anak didik saja, tetapi lebih menekankan bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka inspirasi sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka. Adanya perubahan paradigma dari pendidikan yang berorientasi pada informasi ke pendidikan yang berorientasi pada transformasi adalah esensial untuk dilakukan jika kita benar6benar berharap membangun paradigma baru pendidikan bagi pembangunan masyarakat muslim ideal.

Pada masa jahiliyah wanita punya hak belajar, ada yang menjadi penulis, atau penyair. Pada permulaan Islam, hak wanita makin berkembang sehingga banyak wanita terpelajar yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu.[32]

  1.                               1.            Yang pandai baca tulis, Sayyidah Hafsah istri Nabi SAW, dan Aisyah binti Saad.
  2.                               2.            Yang memahami ilmu-ilmu agama dan mengajarkannya: Aisyah binti Abu Bakar,    Tarfah binti Abdul Aziz bin Musa, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
  3.                               3.            Perawi Hadits: Karimah al-Marwaziyah, dan Saidatul Wuzara.
  4.                               4.            Sastrawan  (penyair, kritikus sastra): Aisyah binti Abu Bakar, Al-Khunsa, Sayyidah Sakinah binti Husein, Aisyah binti Thalhah, Aliyah binti al-Mahdi, Aisyah binti Ahmad bin Qadim, Lubna, Fadhal, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
  5.                               5.            Kedokteran: Aisyah binti Abu Bakar, Ummu Hasan, Zainab dari Bani Awad, (dokter mata), Ukhtu al-Hafizh bin Zahar (ahli keperawatan wanita).
  6. Kesimpulan

Mengindentifikasikan Konsep pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.

Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah maupun Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam pada saat itu, Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasil cara yng demikian dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.

Pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam, kuttab (rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;  keimanan, ibadah dan akhlak, juga  baca-tulis dan  berghitung untuk  tingkat dasar, al-Quran,  dasar-dasar agama  untuk  tingkat lanjut. Guru disebut muallim  atau muaddib,  serta tidak dibayar,  dan  bagi  tingkat dasar gurunya  non muslim.  Sedangkan ketika di Madinah tempat belajar ditambah mesjid, materi yang diajarkan ditambah pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.  Sistemnya halaqah. Metodenya; tanya-jawab, demontrasi dan uswah hasanah, murid disebut dengan  ashhabush shuffah.

 


[1] Munawar Cholil, Kelengkaan Tarikh Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hal. 15

[2] Sayyid Quthub, Konsepsi Sejarah Dalam Islam, terj. Nabhan Husein, (Jakarta: Al-Amin, tt, h), Hal. 18

[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 11

[4] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008). hal. 14-18

[5] (Q.S. Al-Alaq: 1-5)

[6] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), hal. 12. Surat Al Mudatssir: 1-7  yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan  pakaianmu bersihkanlah. dan  perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi  perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

[7] Setelah turunnya ayat dalam surat  al-„Alaq  ayat 1-6 sebagai representasi perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah mengajar, yaitu Surat al-Mudatsir: 1 – 7. Setelah turun ayat ini Rasulullah saw mulai mengajar shahabatnya, dan jumlah yang belajar selama 3 tahun setelah kenabian; 53 orang, laki-laki 43 dan wanita 10 orang, Nabi bersama orang yang beriman belajar di rumahnya Al-Arqam bin Abi Arqam.

[8] H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, Persada, 2008). Hal 6

[9] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal 28

[10] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal. 27

[11] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, … Hal 26

[12] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 37

[13] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan IslamHlm. 16

[14] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 55

[15] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan IslamHlm. 18

[16] Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal, 478.

[17] Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.ke-3, Hal. 122.

[18] HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Hal, 183.

[19] S.Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), Cet.I, hal, 5-9.

[20] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. Ke-5, hal. 152.

[21] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam… hal. 152

[22] Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. (Bandung: Penerbit Angkasa,2005). Hal 135-136

[23]  Ashabush Suffah  adalah orang (sahabat)  yang belajar di sudut-sudut masjid atau bilik-bilik yang berhubungan langsung dengan masjid, yang selanjutnya disebut suffah . Lihat dalam Samsul Nizar, Sejarah PendidikanIslam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-1. Hlm. 5-22. Lihat juga dalam Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke-1. Hlm. 27

[24] Moh. Untung Slamet, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2005), hlm. 44

[25] Masjid pada masa Islam permulaan mempunyai fungsi yang jauh lebih bervariasi dibandingkan fungsinya sekarang karena selain mempunyai fungsi utama sebagai tempat pembinaan ketaqwaan dan beribadah, pembangunan masjid di Madinah oleh Nabi Muhammad SAW juga difungsikan sebagai tempat belajar. Di masjid pula Nabi Muhammad SAW menyediakan ruang khusus bagi para sahabat Beliau yang miskin,yang kemudian terkenal dengan sebutan ahl al suffah/ashab al suffah. Mereka tinggal menetap di emperan Masjid yang difungsikan sebagai “sekolah” untuk belajar membaca dan memahami agama. Di sana mereka juga mengkaji dan mempelajari al Qur’an, kemudian melakukan rihlah (perjalanan ilmiah), ke seluruh penjuru dunia untuk mengajarkan al Qur’an kepada umat manusia. Lihat dalam  Moh. Untung Slamet, Muhammad Sang Pendidik, …  hlm. 44

[26] Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 24.  Materi yang diajarkan di kuttab periode Madinah ini tidak berbeda dengan yang diajarkan di Makkah. Pelajaran baca-tulis menjadi materi pokok bagi pelajar yang ada di kuttab. Materi pelajaran baca-tulis ini berkisar pada puisi dan pepatah-pepatah Arab. Pelajaran membaca al Qur’an tidak diberikan di kuttab, tetapi di Masjid dan di rumah-rumah. Namun begitu, seiring berjalannya waktu, al Qur’an juga diajarkan di kuttab.

[27] H.Abuddin Nata, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005).  hal 24

[28] Dar al-Arqam adalah rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam, yang digunakan rasulullah Saw sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan dengan para sahabat dan pengikutnya. Dalam perkembangannya dikenal dengan sistem pendidikan dar al-Arqam. Lihat Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), h. 14

[29] Kuttab adalah tempat belajar yang teletak di rumah guru. Para murid berkumpul di rumah tersebut untuk menerima pelajaran. Kuttab bisa berarti pula tempat terbuka di luar rumah-bisa berupa lapangan di sekitar masjid ataupun taman umum tempat guru mengajar. Lihat Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hal. 7. Baca pula Mehdi Nakosteen, Konstribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, alih bahasa Joko S. Kahhar dan Supriyanto, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), Cet. I, hal. 62

[30] Hal ini senada dengan pendapatnya Geoge Makdisi dalam The Rise of Colleges Institutions of Learning in Islam and West, (Eidenburgh: Eidenburgh University Press, 1981), h. 21

[31] M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Islam Holistik  dalam Ulumuna  Volume XV Nomor 1 Juni 2011. Lihat dalam http://www.iainmataram.ac.id/files/04_Paradigma%20Pendidikan%20Islam%20Holistik_ M.%20Zainuddin.pdf  (Diakses pada 05 Maret 2012). Untuk mewujudkan pendidikan yang holistik, Wilayah pertama yang perlu direformasi adalah visi atau  kerangka konseptual pendidikan secara menyeluruh. Pendidikan bermula dari prinsip  tauhîd (keutuhan dan keterpusatan pada Tuhan). Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan dunia pendidikan. Prinsip  tauhîd mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Tauhîd mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan.

[32] Hal ini berbeda dengan masa awal modern yang terjadi di Barat, bahwa wanita diposisikan sebagai kaum ke-2. Hak-hak mereka tidak diberikan sebagaimana hak kaum laki-laki, terutama dalam masalah pendidikan. Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai kaum emansipasi wanita.  Lihat dalam Dedeng Rosyidin, Islam dan Pendidikan, dalam  http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/ JUR._PEND._BAHASA_ARAB/ 195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/ISLAM_DAN_PENDIDIKAN_BARU.pdf  (diakses pada 06 Maret 2012)


Kategori