Oleh: Admin | 1 Desember 2009

IMPLEMENTASI SUPERVISI AKADEMIK


IMPLEMENTASI SUPERVISI AKADEMIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN

(Antara Konsep dan Praktik)

Oleh: Ali Rif’an

  1. A. PENDAHULUAN

Kajian yang dilakukan oleh Depdiknas, Bapenas, dan  Bank Dunia (1999) mengemukakan bahwa guru merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki mutu pendidikan.[1] Masalah mutu pendidikan pada esensinya menyangkut masalah kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru. Melalui supervisi, para guru sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dapat dibantu pertumbuhan dan dan  perkembangan profesinya bagi pencapaian tujuan pembelajaran.[2]

Tugas pengawas sekolah/madrasah diantaranya melaksanakan pembinaan dan penilaian teknik dan administratif pendidikan terhadap sekolah yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas ini dilakukan melalui pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Supervisi oleh pengawas sekolah meliputi supervisi akademik yang berhubungan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran, dan supervisi manajerial yang berhubungan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah.

Supervisi akademik dapat dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, dan guru yang ditugasi oleh kepala sekolah untuk melakukan tugas sebagai penyelia. Dan untuk membantu para penyelia melaksanakan supervisi akademik yang terprogram, terarah, dan berkesinambungan, APSI Pusat telah mengembangkan Instrumen Supervisi (IS) Akademik. Format IS Akademik ini meliputi tiga bagian yang digunakan sebelum pengamatan (Pra observasi), selama pengamatan (observasi) dan setelah pengamatan pembelajaran (Pasca observasi).[3]

Dengan mengacu instrumen supervisi akademik ini, diiharapkan penyelia dapat melaksanakan supervisi akademik secara klinis melalui pendekatan kemitraan (collegial) dengan siklus perencanaan yang sistematis, pengamatan yang cermat, dan umpan balik yang objektif dan segera, untuk memberikan bantuan teknis kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif, efisien dan berkualitas. Kata kunci dalam supervisi pengajaran (akademik) bukanlah pengawasan, namun bantuan pada guru untuk meningkatkan pembelajaran.[4]

Pentingnya pelaksanaan supervisi akademik untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui proses pembelajaran yang baik  serta membantu guru dan kepala sekolah menciptakan lulusan yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.[5] Oleh karena itu, kegiatan supervisi ini hendaknya rutin dilaksanakan di sekolah sebagai salah satu kegiatan yang dipandang positif dalam meningkatkan proses pembelajaran. Apabila konsep-konsep ideal tersebut dilaksanakan, maka dapat diharapkan kualitas pendidikan akan meningkat secara signifikan.

Supervisi (akademik) merupakan kegiatan pembinaan yang direncanakan dengan memberi bantuan teknis kepada guru dan pegawai lainnya dalam melaksanakan proses pembelajaran, atau mendukung proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara efektif.[6] Supervisi akademik sebaiknya dilakukan dengan pendekatan supervisi klinis yang dilaksanakan secara berkesinambungan melalui tahapan pra-observasi, observasi pembelajaran, dan pasca observasi.

Idealita supervisi akademik tersebut, praktiknya di lapangan selama ini masih jauh dari harapan. Berbagai kendala baik yang disebabkan oleh aspek struktur birokrasi yang rancu, maupun kultur kerja dan interaksi supervisor dengan guru yang kurang mendukung, telah mendistorsi nilai ideal supervisi pengajaran di sekolah-sekolah. Apa yang selama ini dilaksanakan oleh para Pengawas pendidikan, belum bergeser dari nama jabatan itu sendiri, yaitu sekedar mengawasi.

Tulisan ini ingin berupaya mengupas realitas supervisi akademik (pembelajaran) dalam birokrasi pendidikan, dibandingkan dengan konsep-konsep teoritik supervisi. Dari identifikasi terhadap kesenjangan tersebut, akan mencoba diberikan tawaran solusi bagi upaya perbaikan pelaksanaan supervisi di masa mendatang.

  1. B. PEMBAHASAN
    1. 1. KONSEP IDEAL SUPERVISI

(a). Peranan Supervisor Akademik

Banyak pakar menyatakan betapa  pentingnya supervise sebagai bagian dari manajemen pendidikan dalam substansi ekstensinya maupun substansi intinya.[7] Menurut konsep tradisional, supervisi dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari kesalahan. Sedangkan dalam pandangan modern, supervisi merupakan usaha untuk memperbaiki situasi pendidikan atau pembelajaran, yakni sebagai bantuan bagi pendidik untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme sehinnga peserta didik akan lebih berkualitas[8]. Konsekuensi prilaku supervisi tradisonal atau Snooper Vision adalah para staf pengajar akan menjadi takut dan mereka bekerja secara terpaksa serta mengurangi / mematikan kreativitas guru/dosen dalam pengembangan profesionalismenya.[9]

Supervisor akademik, tentu memiliki peran berbeda dengan “pengawas”. Supervisor, lebih berperan sebagai “gurunya guru” yang siap membantu kesulitan guru dalam mengajar. Supervisor akademik (pengajaran) bukanlah seorang pengawas yang hanya mencari-cari kesalahan guru.

Peranan pengawas sekolah/madrasah menurut Wiles & Bondi (2007), “The role of the supervisor is to help teachers and other education leaders understand issues and make wise decisions affecting student education.” Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut, maka peranan pengawas sekolah/madrasah adalah membantu guru-guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang mempengaruhi pendidikan siswa.

Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas sekolah/madrasah hendaknya memiliki peranan khusus sebagai:

(1)  Patner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,

(2)  Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,

(3)  Konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya,

(4)  Konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, dan

(5)  Motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.[10]

Karena itu, sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal: (a) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (b) melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan, (d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/ bimbingan, (e) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (f) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (g) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (h) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (i) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (j) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (k) mengembangkan interaksi pembelajaran/ bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna, (l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (m) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.[11]

(b). Kompetensi Supervisor Akademik

Kompetensi pengawas berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang standar kompetensi pengawas sekolah/madrasah yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, dan kompetensi penelitian pengembangan.[12]

Secara lebih sepesiifik kompetensi akademik supervisor adalah sebagai berikut:

  1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan.
  2. Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran/ bimbingan tiap bidang pengembangan.
  3. Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
  4. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui bidang pengembangan.
  5. Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
  6. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa.
  7. Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan
  8. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran/ bimbingan.

Untuk dapat melaksanakan peran-peran di atas, supervisor harus memiliki beberapa kompetensi dan kemampuan pokok, yaitu berkaitan dengan substantive aspects of professional development, meliputi pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan pengajaran, persepsi guru terhadap peserta didik, pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik mengajar. Kedua berkaitan dengan professional development competency areas, yaitu agar para guru mengetahui bagaimana mengerjakan tugas (know how to do), dapat mengerjakan (can do), mau mengerjakan (will do) serta mau mengembangkan profesionalnya (will grow).[13]

(c). Teknik-teknik Supervisi Akademik

Teknik supervisi, dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Berbagai teknik supervisi individual meliputi kegiatan, antara lain: (a) kunjungan kelas, (b) observasi kelas, (c) Pertemuan individual, (d) kunjungan antar kelas, dan (e) self assessment.[14]

Berbagai kegiatan supervisi yang dilakukan secara kelompok, antara lain (a) orientasi bagi guru baru, (b) ujicoba di kelas atau penelitian tindakan kelas, (c) pelatihan sensitivitas, (d) pertemuan guru yang efektif, (e) melakukan teknik Delphi untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan pengajaran/sekolah, (f) mengunjungi guru lain yang profesional, (g) pengembangan instrument ujian secara bersama, dan (h) pusat kegiatan guru.

Dalam kegiatan supervisi kelompok tersebut, tentu saja peran supervisor yang menonjol adalah sebagai koordinator dan group leader. Sementara itu dalam kegiatan supervisi individual, supervisor lebih berperan sebagai konsultan. Berbagai bentuk kegiatan atau taknik supervisi tersebut tentunya sangat tergantung pada inisiatif supervisor.

  1. 2. PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK DI LEMBAGA PENDIDIKAN

(a). Jabatan Supervisor dan Legalitasnya

Supervisor yang Kompeten Adalah supervisor yang melaksanakan kewajibannya secara efeKtif.[15] Kenyataan yang pertama kali harus disadari sebelum berbicara mengenai pelaksanaan supervisi yang ideal, adalah bahwa dalam peraturan mengenai kependidikan di Indonesia ini, tidak dikenal adanya jabatan supervisor. Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 berbunyi, “Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”.[16]

Salanjutnya, dalam Permendiknas No. 12 tahun 2007 tentang standart pengawas sekolah/madrasah yang menegaskan tentang kualifikasi dan kompetensi supervisor yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik dan kolpetensi evaluasi pendidikan.[17] Di samping itu, dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang standart Kepala sekolah/madrasah juga dijelaskan bahwa diantara kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah adalah kompetensi supervisor.[18]

Berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya terbagi menjadi 4 jenis pengawas, yaitu: 1) Pengawas sekolah TK/SD/SDLB, 2). Pengawas sekolah rumpun mata pelajaran, 3). Pengawas seklah pendidikan luar biasa, dan 4). Pengawas sekolah bimbingan dan konseling.[19]

Sebagai tenaga fungsional kependidikan, Jabatan pengawas selanjutnya dibuat penjenjangan sebagaimana jabatan pendidik/guru. Dengan demikian jabatan pengawas telah diakui secara resmi sebagai jabatan fungsional. Jabatan tersebut mencerminkan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas sebagaimana jabatan fungsional lainnya.

(b). Tahap-Tahap Pelaksanaan Supervisi Akademik

Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa ada 3 tahap yang harus dilakukan supervisor dalam melakukan supervisi yaitu pra observasi, observasi dan pasca  observasi:[20]

(1).     Pra-observasi (Pertemuan awal)

–       Menciptakan suasana akrab dengan guru.

–       Membahas persiapan yang dibuat oleh guru dan membuat kesepakatan mengenai aspek yang menjadi fokus pengamatan.

–       Menyepakati instrumen observasi yang akan digunakan.

Pada tahap ini, supervisor dapat menggunakan menggunakan format A sebagai panduan pra observasi. (Lampiran 1)

(2).     Observasi (Pengamatan pembelajaran)

–       Pengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati

–       Menggunakan instrumen observasi

–       Di samping instrumen perlu dibuat catatan (fieldnotes)

–       Catatan observasi meliputi perilaku guru dan siswa

–       Tidak mengganggu proses pembelajaran

Ada dua bagian yang diobservasi pada tahap ini yaitu Persiapan pembelajaran dan Kegiatan Pembelajaran. Pada tahap Observasi pembelajaran ini, supervisor dapat menggunakan format B sebagai panduan observasi pembelajaran. (Lampiran 2).

(3).     Pasca-observasi (Pertemuan balikan)

–       Dilaksanakan segera setelah observasi

–       Tanyakan bagaimana pendapat guru mengenai proses pembelajaran yang baru berlangsung

–       Tunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) –beri kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya

–       Diskusikan secara terbuka hasil observasi, terutama pada aspek yang telah disepakati (kontrak)

–       Berikan penguatan terhadap penampilan guru. Hindari kesan menyalahkan.

–       Usahakan guru menemukan sendiri kekurangannya

–       Berikan dorongan moral bahwa guru mampu memperbaiki kekurangannya

–        Tentukan bersama rencana pembelajaran dan supervisi berikutnya

Pada tahap terakhir, supervisor dapat menggunakan format C sebagai panduan pasca observasi. (Lampiran 3)

(4).     Pengolahan Hasil Supervisi

Pengolahan data dilakukan setelah proses wawancara pasca observasi. Penilaian hasil secara kualitatif yaitu amat baik, baik, cukup dan kurang dengan memperhatikan tanda (v) pada kolom ”Ya”. Contoh kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut:

(c). Pelaksanaan Supervisi oleh Pengawas

Penelitian yang dilakukan oleh Ekosusilo (2003) menunjukkan kenyataan pelaksanaan supervisi oleh pengawas sungguh bertolak belakang dengan konsep ideal supervisi. kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas, masih jauh dari substansi teori supervisi.[21] Supervisi yang dilakukan oleh pengawas lebih dekat pada paradigma inspeksi atau pengawasan. Upaya “membantu guru” dengan terlebih dahulu menjalin hubungan yang akrab sebagai syarat keberhasilan supervisi pengajaran, belum dilakukan oleh para pengawas.

Secara lebih spesifik, sasaran dan indikator pengawas adalah sebagai berikut:[22]

  1. KBM dan pengelolaan kelas, meliputi: Program persiapan, metode persiapan, materi, perhatian terhadap siswa, pengelolaan KBM/kelas, teknik mengajar, hasil belajar, buku, alat dan bahan ajar, pemberian dan pengayaan pengajaran.
  2. Sarana dan prasarana, meliputi: perpustakaan, laboratoriom, dll.
  3. Manajemen sekolah, antara lain: program pembinaan profesional, monitoring dan supervisi kelas, partisipasi masyarakat administrasi sekolah.
  4. KKG (Kelompok Kerja Guru), meliputi: perencanaan, kegiatan, interaksi, peran titor dan pemandu, dampak pelatihan, fasilitas fisik, dan dampak dalam KBM.

(d). Pelaksanaan Supervisi oleh Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai supervisor dibebani peran dan tanggungjawab memantau, membina, dan memperbaiki proses belajar mengajar (PBM) di kelas / di sekolah.[23] Salah satu tugas pokok kepala sekolah, selain sebagai administrator adalah juga sebagai supervisor. Tugas ini termasuk dalam kapasitas kepala sekolah sebagai instructional leader.[24]

Dalam kenyataannya, pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah, sebagaimana pengawas, juga masih terfokus pada pengawasan administrasi. Pada umumnya kepala sekolah akan melakukan supervisi akademik (pembelajaran) pada guru melalui kunjungan kelas, apabila dia mendapat laporan mengenai kinerja guru yang kurang baik, atau berbeda dari teman-temannya. Bahkan seringkali dijumpai, seorang kepala sekolah melakukan supervisi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dengan cara mengintip dari balik pintu atau jendela, agar tidak diketahui.

Perilaku kepala sekolah tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya (Jawa) yaitu pekewuh yang dipersepsikan secara salah. Dalam pemahaman yang salah tersebut, apabila kepala sekolah melakukan supervisi kunjungan kelas dan mengamati PBM yang dilakukan guru, maka ia dianggap tidak percaya pada kemampuan guru. Hal ini akan menimbulan konflik dalam hubungan guru dengan kepala sekolah.

  1. 3. KENDALA-KENDALA PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK

Kendala pelaksanaan supervisi yang ideal dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu struktur dan kultur. Pada aspek struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara lain sebagai berikut :

(1).     Secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan era inspeksi.

(2).     Lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrastif yang dilakukan oleh kepala sekolah dan atau guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pembelajaran di sekolah tersebut juga baik. Inilah asumsi yang kurang tepat.

(3).     Rasio jumlah pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal. Di daerah-daerah luar pula Jawa misalnya, seorang pengawas harus menempuh puluhan kilo meter untuk mencapai sekolah yang diawasinya; dan

(4).     Persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.

Pada aspek kultural dijumpai kendala dalam pelaksanaan supervisi antara lain :

(1).     Para pengambil kebijakan tentang pendidikan belum berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan secara sistemis. Apabila dicermati, maka mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Hal ini belum menjadi komitmen para pengambil kebijakan, juga tentu saja para pelaksana di lapangan.

(2).     Nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Budaya ewuh-pakewuh, menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada wilayah guru.

(3).     Budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala sekolah dan guru sebagai “bawahan”. Inilah yang menjadikan tidak terciptanya rapport atau kedekatan hubungan yang menjadi syarat pelaksanaan supervisi.

  1. C. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Demikianlah uraian mengenai supervisi akademik, antara konsep teoritik dan kenyataannya. Pelaksanaan supervisi pengajaran di lapangan, kenyataannya masih jauh dari konsep teoritik yang dikembangkan di jurusan/program manajemen pendidikan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan sosialisasi dan “tekanan” dari pihak-pihak yang komit terhadap kualitas pendidikan kepada para pengambil kebijakan dan pengelola pendidikan. Hal ini secara bersama-sama harus dilakukan dengan pengembangan budaya mutu dalam pendidikan, yang intinya terletak pada kualitas proses pembelajaran di dalam kelas.

2. Saran-saran

Berangkat dari kenyataan dan kendala pelaksanaan supervisi di Indonesia, maka untuk menuju pada supervisi yang ideal diperlukan langkah-langkah antara lain:

  1. Menegaskan, dan apabila diperlukan memisahkan jabatan supervisor dengan jabatan pengawas dalam struktur birokrasi pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan, yaitu mengarahkan jabatan pengawas agar terartikulasi pada peran dan tugas sebagai supervisor, atau mengangkat supervisor secara khusus dan tetap membiarkan jabatan pengawas melaksanakan fungsi pengawasan.
  2. Memperbaiki pola pendidikan prajabatan maupun inservice rekrutmen, seleksi, penugasan, serta penilaian dan promosi jabatan supervisor/pengawas.
  3. Dalam konteks otonomi daerah, jabatan supervisor dapat diangkat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
  4. Membangun kesadaran budaya mutu dalam pendidikan bagi pengelola-pengelola pendidikan pada semua tingkatan.
  5. Mendorong kepala sekolah berperan sebagai instructional leader dan mengurangi porsi tugas-tugas administratif.
  6. Mengikis pola hubungan yang paternalistik antara pengawas/kepala sekolah dengan guru dan mengembangkan hubungan profesional yang akrab dan terbuka untuk meningkatkan pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Aqib, Zainal & Elham Rohmanto. 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widya.

Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran:  Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional. Malang: Rosindo. Edisi Revisi.

Burhanuddin, H. dkk (ed.). 2003. Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan. Malang: UM Press.

Dharma, Surya. Peran dan Fungsi Pengawas Sekolah/ Madrasah. Dalam Jurnal Tenaga Kependidikan Volume 3, No. 1, April 2008.

Ekosusilo, Madyo. 1998. Supervisi Pengajaran dalam Latar Budaya Jawa. Sukoharjo: Univet Bantara Press.

Instrumen supervise Akademik dalam http://akhmadsudrajat.files. wordpress.com/2009/03/instrumen-supervisi-akademik.pdf  (online) Diakses pada 20 November 2009

Madja, W.. 2002. Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran: Kumpulan Karya Tulis Terpublikasi. Malang: Wineka Media. Cet. Ke-3.

Mantja, W. 2007, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang: Elang Mas

Metode dan Teknik Supervisi. 2008.  Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional dalam http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009-Pembekalan-Pengawas/06%20–%20KODE%20–%2002%20-%20B1%20-%20A%20Metode%20dan%20Teknik%20Supervisi.pdf (Online) Diakses pada 20 Nopember 2009

Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. .Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oliva, Peter. F. 1984. Supervison for Today’s School. 2nd Edition. New York: Longman.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala sekolah/madrasah

Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual .Jakarta: PT Rineka Cipta.

Purwanto, M. Ngalimin. 2008.Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya. Cet Ke-18.

Sagala, Syaiful. 2000. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: CV. Alfabeta.

Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: ALFABETA.

Wiles, Jon dan Bondi, Joseph. 1986. Supervision A Guide to Practice. 2nd Ed. Columbus: Char

Lampiran I: FORMAT A

PANDUAN WAWANCARA PRA OBSERVASI

Lamanya wawancara : … menit

No.

Pertanyaan

Catatan Pengamat / Supervisor

1

KD/Indikator apa yang akan Saudara sajikan?

2

Metode apa yang akan Saudara gunakan dalam pembelajaran KD ini?

Apa alasan Anda memilih metode tersebut?

3

Alat dan bahan (Sumber Belajar) apakah yang saudara siapkan? Jelaskan alasannya!

4

Ceritakan tahapan pembelajaran yang akan Saudara sajikan!

5

Persiapan tertulis apa saja yang Saudara buat?

6

Materi apa yang dianggap sulit oleh siswa berdasarkan perkiraan saudara? Jika ada, materi apa?

Jelaskan alasan saudara!

7

Kompetensi apa yang bisa dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran sesuai dengan harapan  saudara?

8

Apa yang perlu mendapat perhatian khusus pada pembelajaran kali ini?

Lampiran II: FORMAT B

DAFTAR PERIKSA OBSERVASI

INSTRUMEN SUPERVISI AKADEMIK

1. Nama sekolah                   : ………………………………………………………

2. Nama guru                         : ………………………………………………………

3. Mata pelajaran                  : ………………………………………………………

4. Kelas / semester               : ………………………………………………………

5. Hari/ tanggal/ jam ke        : ………………………………………………………

6. KD/ Indikator                     : ………………………………………………………

: ………………………………………………………

7. Jumlah siswa                     : …. orang, hadir: …orang, tidak hadir: …. orang

Catatan :

  1. ……………………………………………………………………………………….
  2. ………………………………………………………………………………………..
  3. ……………………………………………………………………………………….
  4. ……………………………………………………………………………………….

Guru Mata Pelajaran                                                          Penyelia

……………………                                                                             ……………

Lampiran 3: FORMAT C

PANDUAN WAWANCARA PASCA OBSERVASI

No.

Pertanyaan

Catatan Pengamat / Supervisor

1

Bagaimana kesan Saudara setelah menyajikan pelajaran ini? Apakah sudah sesuai dengan yang Saudara rencanakan?

2

Coba Saudara ceritakan hal-hal yang Saudara rasa telah memuaskan dan hal-hal yang kurang memuaskan dalam pembelajaran tadi!

3

Bagaimana perkiraan Saudara mengenai ketercapaian kompetensi siswa?

4

Apa yang menjadi kesulitan siswa?

5

Apa yang menjadi kesulitan Saudara?

6

Bagaimanakah alternatif untuk mengatasi kesulitan itu?

7

Marilah bersama-sama kita identifikasi hal-hal yang telah mantap dan hal-hal yang perlu peningkatan berdasarkan kegiatan yang baru saja Saudara lakukan dan pengamatan saya !

8

Apa yang saudara sarankan untuk dilaksanakan pada pertemuan berikutnya ?

 


[1] Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2009). Hlm. 311

[2] Burhanuddin, dkk. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran :  Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional, (Malang: Rosindo, 2007) Edisi Revisi. Hlm. 73

[3] Instrumen supervise Akademik dalam http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com /2009/03/instrumen-supervisi-akademik.pdf (online) Diakses pada 20 November 2009

[4] Oliva, Peter. F. Supervison for Today’s School. 2nd Edition. (New York: Longman, 1984). Hlm. 9

[5] Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), Hlm. 3

[6] M. Ngalimin PUrwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 2008). Cet Ke-18. Hlm.  76

[7] H. Burhanuddin, dkk (ed.), Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan, (Malang: UM Press, 2003). Hlm. 11

[8] Syaiful Sagala. Administrasi Pendidikan Kontemporer. (Bandung: CV. Alfabeta, 2000). Hlm. 228

[9] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2000). Hlm. 16

[10] Surya Dharma, Peran dan Fungsi Pengawas Sekolah/ Madrasah. Dalam Jurnal Tenaga Kependidikan Volume 3, No. 1, April 2008. Hlm. 4

[11] Surya Dharma, Peran dan Fungsi Pengawas Sekolah/ Madrasah … Hlm. 4

[12] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang standar kompetensi pengawas sekolah/madrasah

[13] Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 1992). Hlm. 10-11

[14] Metode dan Teknik Supervisi. 2008.  Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional dalam http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009-Pembekalan-Pengawas/06%20–%20KODE%20–%2002%20-%20B1%20-%20A%20Metode%20dan%20Teknik%20Supervisi.pdf (Online) Diakses pada 20 Nopember 2009

[15] Zainal Aqib & Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2007). Hlm. 188

[16] Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat tersebut selanjutnya diberikan penjelasan bahwa “Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.

[17] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah

[18] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia  No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala sekolah/madrasah

[19] Zainal Aqib & Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru …Hlm. 204-205

[20] Instrumen supervise Akademik dalam http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com /2009/03/instrumen-supervisi-akademik.pdf (online) Diakses pada 20 November 2009

[21] Ekosusilo, Madyo. 1998. Supervisi Pengajaran dalam Latar Budaya Jawa. (Sukoharjo: Univet Bantara Press, 1998). Hlm. 75

[22] Zainal Aqib & Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru …Hlm. 210

[23] W. Madja, Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran: Kumpulan Karya Tulis Terpublikasi, (Malang: Wineka Media, 2002). Cet. Ke-3. Hlm. 9

[24] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003). hlm.12


Tanggapan

  1. keseimbangan antara teori dan praktek memang perlu diperhatikan……..:)
    Uraian anda jelas sekali dan lengkap makasih ya…………:)

    • sama2 mas…. semoga hari ini lebih baik..


Kategori